Harapan itu ada, pasti, dan nyata


       Suatu hari saya sedang menemani salah satu orang tua saya untuk kontrol ke salah satu rumah sakit terbesar di Indonesia. Kegiatan kontrol atas penyakitnya tersebut bukan hanya satu atau dua kali melainkan rutin setiap 1 bulan sekali. Biasanya ketika saya sedang menemani salah satu orang tua saya kontrol ke rumah sakit tersebut, saya selalu sarapan di kantin yang berada di dalam suatu ruangan yang cukup besar. Ruangan itu berdekatan dengan ruang IGD rumah sakit tersebut. Di dalam ruangan tersebut bukan hanya terdapat kantin saja tetapi juga ruang istirahat bagi para penunggu keluarga pasien yang anggota keluarganya sedang sakit dan harus dirawat inap tetapi harus menunggu ruang rawat inap tersedia (karena pasiennya sangat banyak dan selalu bertambah setiap hari). Setiap kali saya menghampiri dan sarapan di kantin tersebut saya melihat begitu banyak orang yang tidur dengan wajah penuh kelelahan. Ada juga yang terlihat seperti putus asa, ada juga yang menangis, dan beragam ekspresi lainnya saya lihat pada wajah orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut.
     Oh ya, jangan salah… ruangan tersebut hanya diisi dengan beberapa kursi panjang saja (jumlahnya tidak lebih dari 10) sedangkan biasanya jumlah orang yang sedang menunggu keluarganya yang sedang sakit dan berada di ruang IGD kira-kira bisa mencapai 20-30. Mungkin kita bertanya dalam hati “terus, gimana mereka tidurnya kalau kursi panjangnya cuma sedikit?” Tentu saja di atas lantai dan hanya beralaskan sebuah tikar atau karpet dan tentunya tanpa bantal. Mereka tidur dengan perlengkapan tidur seadanya di tengah kondisi kehidupan mereka yang sedang tidak nyaman. Bukan hanya itu, tetapi mereka juga harus tidur berhari-hari di ruangan tersebut dengan perlengkapan tidur seadanya karena rumah sakit tersebut sangat amat ramai pasiennya (tadi saya sudah ceritakan di awal). Mereka juga bukan hanya sekedar menangisi atau meratapi anggota keluarga mereka yang sedang sakit tetapi (mungkin) juga meratapi aspek hidup mereka lainnya yang tidak baik, salah satunya aspek keuangan. Mengapa saya berkata demikian? Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit yang (kemungkinan) hampir 80% pasiennya berasal dari keluarga menengah ke bawah dan berobat dengan asuransi kesehatan yang disediakan oleh negara ini. Jadi, mereka tidak hanya menangisi dan meratapi anggota keluarganya yang sedang menderita sakit yang parah melainkan juga aspek hidup mereka lainnya.
         Ketika berbulan-bulan saya menemani salah satu orang tua saya untuk kontrol ke rumah sakit tersebut dan setiap kali saya melihat orang-orang tersebut, saya selalu merenung secara pribadi dan berikut ini adalah sebagian daftar perenungan-perenungan saya:
- Kita lebih sering mengeluh dengan keadaan keluarga kita. Mungkin kita lahir dari keluarga yang tidak harmonis bahkan sampai sekarang. Kita mengeluh sepanjang dan setiap hari dan mungkin sampai pada titik “menyalahkan Tuhan” atas keadaan keluarga kita yang tidak harmonis.” Pada akhirnya kita berkata-kata dalam hati “Yaudahlah, kayaknya keluarga gua emang gak bakalan berubah sampai kapanpun”
- Kita lebih sering mengeluh dengan keadaan pekerjaan kita. Mungkin kita sudah melamar ke puluhan bahkan ratusan perusahaan tetapi belum juga diterima untuk bekerja. Kemudian yang kita lakukan adalah menyalahkan diri kita sendiri karena (mungkin) kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang ada pada diri kita atau mungkin karena kesalahan yang kita buat sendiri. Sehingga akhirnya kita berkata dalam hati “Yaudahlah gak usah kerja. Nunggu keajaiban turun dari langit aja. Siapa tau tahun depan ada lowongan kerja besar-besaran dan butuh ribuan orang untuk bekerja”
- Kita lebih sering mengeluh karena visi-misi suatu organisasi yang kita ada di dalamnya tidak kunjung tercapai sampai saat ini. Kita berkata-kata dalam hati “Padahal udah ngelakuin ini itu tapi… buset dah.... 10 tahun organisasi ini berdiri tapi visi-misi gak tercapai. Malahan menurun kualitasnya. Apa yang salah ya?” Akhirnya kita berkata dalam hati “Yaudahlah emang nasib organisasi ini kayak gini. Mau diapain lagi? Yowes… jalanin aja… mau tercapai kek visinya mau gak tercapai kek visinya biarin aja dah…”
- Kita lebih sering mengeluh dengan kisah percintaan kita sendiri. Kita berkata-kata dalam hati “Buset... udah jomblo 5th nih… kapan dapet pasangan hidup yang tepat ya?” Yang lain mungkin berkata “Etttt dah…. Gua udah jomblo dari lahir ini….. Macam mana nih… udah umur 20th kapan dapet pasangan hidup nih?” Sehingga muncullah pandangan buruk terhadap diri kita sendiri “keknya gua emang susah dapet pasangan hidup deh. Yaudahlah mau gimana lagi. Biarin wae kalau harus jomblo seumur hidup”
- Kita lebih sering mengeluh dengan masa lalu kita. Kita berkata-kata dalam hati “Duh, susah banget ya makin kesini pelajaran-pelajarannya. Kayaknya gua salah jurusan dah. Tapi udah semester 5 lagi, masa mau ngulang dari awal demi jurusan lain?” Yang lain mungkin berkata “Kok gini banget ya lingkungan kampusnya? Salah masuk kampus nih gua kayaknya. Aturan dulu milih kampus yang itu tuh…”
          Mari kita kembali pada cerita saya di awal. Kita telah melihat cerita di awal adalah cerita yang penuh dengan tantangan, perjuangan, penderitaan, dan bahkan kesengsaraan. Mereka tentu merasa sedih bahkan sangat sedih, merasa frustrasi bahkan sangat frustrasi. Tetapi mereka tidak menyerah di tengah keadaan yang sangat amat tidak baik di dalam kehidupannya. Saya meyakini apa yang membuat mereka kuat adalah karena mereka tetap setia berharap dan harapan tersebut mereka bawa di dalam doa mereka. Mereka berdoa dalam pengharapan yang dalam kepada Tuhan dan mereka tetap berjalan dalam kehidupan mereka. Mungkin sesekali mereka berhenti tetapi kemudian mereka melanjutkan perjalanannya.
          Setiap kita tentu memiliki perjuangan hidup masing-masing. Tidak ada salahnya untuk berhenti sejenak karena mungkin hidup kita terasa berat tetapi jangan pernah berhenti selamanya. Tetaplah berjalan karena harapan itu ada, pasti, dan nyata.

Komentar

  1. Apakah ada harapan bagi orang berdosa untuk diampuni ? Yang udah menyakiti hati banyak orang, mengecewakan banyak orang apakah layak dapat pengampunan ? Kalau sudah lama menjauh dari Tuhan apakah Tuhan tetap mengasihi orang itu dan apakah orang itu dapat berelasi kembali dengan Tuhan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai.. aku kurang kenal kamu siapa dan apa keyakinan kamu. Jadi, aku jawab berdasarkan keyakinan aku ya..

      Jawaban: selalu ada harapan untuk dipulihkan atau diampuni bagi siapapun yang telah melakukan hal yang jahat atau buruk kepada sesama dan Tuhan.

      Di Alkitab tercatat ada 2 orang pemberontak yang disalibkan disebelah kiri dan kanan Tuhan Yesus. Mereka banyak melakukan kejahatan terhadap sesama dan tentunya Tuhan. Pada dasarnya mereka secara pribadi tidak merasa layak diampuni. Tetapi karena Tuhan Yesus mengasihi semua orang, maka mereka diampuni. Pengampunan itu bukan berasal dari diri kita atau apa yang kita perbuat agar bisa menebus kesalahan atau kejahatan kita sendiri melainkan berasal dari Tuhanlah pengampunan itu. Ketika ada pengampunan maka ada relasi yang dipulihkan antara manusia dengan Tuhan (Lukas 23:39-43)


      Semoga jawabannya bisa membantu ya... πŸ™πŸ˜ Thank u...

      Hapus
    2. Terima kasih atas jawabannya. Saya sedang bergumul akan sesuatu hal. Saya sedang putus asa akan hal ini. Bagaimana saya layak dapat pengampunan? Karena saya sudah menjauh dariNya dan semakin hidup dalam dosa. Saya selalu menganggap mungkin Tuhan membenci saya. Dan saya merasa saya tidak layak mendapat pengampunan, karena apa yang saya perbuat sudah sepatutnya saya tidak diampuni. Terjebak dalam perasaan ini dan seringkali membuat saya ingin menyakiti diri saya sendiri.

      Hapus
    3. Sama sama ya.... Kalau butuh konseling atau sharing lebih lanjut, boleh kontak ke WA aku ya... 089604471793 πŸ™

      Hapus
  2. Saya tidak sengaja menemukan artikel ini tetapi terima kasih untuk artikelnya sangat memberkati.. makin dewasa makin sadar banyak kesalahan yang diperbuat di masa lalu. Dan tersadar ternyata pernah mengalami pelecehan seksual di gereja saat kecil tapi saat itu saya tidak menyadarinya karena saya pikir itu adalah tindakan wajar. Hal tersebut membuat saya selalu merasa tidak nyaman ketika beribadah atau berelasi dengan orang-orang di gereja. Saya rindu sebenarnya tapi saya merasa insecure akan kondisi tersebut. Ingatan itu ternyata membekas di saya ketika saya sudah dewasa, ketika saya baru sadar apa yang ia lakukan ternyata bukan hal yang benar. Mungkin sampai saat ini kondisi tersebut membuat saya kehilangan pengharapan apalagi teringat dengan dosa-dosa yang saya perbuat ke orang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai... terima kasih sudah memberikan tanggapan terhadap artikel saya ini ya.... :) Terima kasih juga atas sharingmu.... Saya pribadi berdoa agar kamu senantiasa menyadari bahwa ketika kamu berdoa dan mengaku semua dosamu kepada Tuhan secara pribadi, sesungguhnya Tuhan pasti mengampunimu karena Dia adalah Tuhan yang penuh dengan anugerah bagi anak-anak-Nya yang mau jujur dan terbuka di hadapan-Nya. Tetap semangat dan renungkanlah selalu anugerah Tuhan dalam hidupmu yaaa... :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Chapter V Memulai Kehidupan yang Baru

Korupsi? Santuy Wae...