Menjadi Perempuan yang Tepat Sasaran


Ya.. kali ini saya ingin menulis tentang perempuan karena hari ini adalah hari Kartini, dimana ia juga adalah seorang perempuan yang berjiwa pejuang dan telah menjadi inspirasi bagi banyak orang (terkhusus para kaum perempuan). Ketika kita mendengar kata “PEREMPUAN” tentu banyak hal yang terbesit di dalam pikiran kita, entah itu dalam hal kepribadiannya, cara berpikirnya, perilaku sehari-harinya, cara mereka menjalin relasi dan berkomunikasi dengan orang sekitarnya, dan masih banyak lagi. Bahkan ada pula perbedaan yang sangat mencolok terhadap “PEREMPUAN” di masa dulu hingga masa kini.
Di masa yang dulu “PEREMPUAN” sering direndahkan derajatnya. Hal itu terlihat dimana beberapa orang-orang tua memiliki mind set yang demikian dan pernah mengatakan kepada mereka seperti ini… “Kamu gak usah belajar tinggi-tinggi. Cukup sampai SMA (Sekolah Menengah Atas) saja.. karena toh ujung-ujungnya kamu bakalan di dapur dan di rumah. Mengurusi hal-hal yang ada di rumah dan merawat anak ketika kelak sudah menikah dengan pasanganmu.” Sedangkan di masa kini, beberapa orang-orang tua sudah mulai mengerti bahwa seharusnya tidak ada perbedaan yang begitu kontras tentang “PEREMPUAN” bila dikaitkan dengan “LAKI-LAKI.” Secara fisik memang “PEREMPUAN” lebih lemah dibanding “LAKI-LAKI” tetapi itu bukan berarti mereka tidak bisa berbuat hal-hal yang besar di dalam hidup mereka untuk mendatangkan kebaikan dan hal yang positif bagi orang banyak. Secara perasaan memang kebanyakan “PEREMPUAN” lebih sensitif dibanding “LAKI-LAKI” tetapi itu bukan berarti mereka tidak pernah bisa memakai logika atau pemikirannya ketika menghadapi permasalahan/konflik, dan tantangan yang ada dalam hidupnya.
Di tengah perbedaan yang mencolok tersebut tidak sedikit “PEREMPUAN” yang merespon dengan semangat dan motivasi (dorongan dalam diri) mereka sendiri yang sekilas memang terlihat dan terdengar positif namun ketika ditelusuri atau analisa lebih lanjut ternyata negatif. Apa itu? Beberapa dari kita mungkin pernah mendengar kalimat ini “aku mau membuktikan ke orang-orang bahwa perempuan itu gak lemah. Perempuan itu bisa berbuat banyak hal. Aku akan buktikan bahwa pemikiran orang-orang tua itu salah. Aku akan buktikan bahwa pandangan orang sekitar (khususnya kaum LAKI-LAKI) terhadap “PEREMPUAN” itu salah.” Sebenarnya, tidak ada salahnya memiliki semangat dan motivasi yang seperti itu, namun… hati-hati… karena bisa saja dengan semangat dan motivasi yang seperti itu membuat kamu jatuh dalam dosa, yaitu kesombongan. Ketika engkau sudah mencapai apa yang kau inginkan (yaitu untuk membuktikan kepada semua orang), engkau bisa saja meninggikan dirimu, membesarkan dirimu, yang ujung-ujungnya adalah kesombongan.
Secara pribadi saya sangat kagum dengan para kaum perempuan yang memiliki semangat dan motivasi yang tinggi dalam hidupnya, namun… alangkah lebih baiknya bila semangat dan motivasi yang tinggi tersebut bukan ditujukan sebagai pembuktian bagi orang sekitar, melainkan sebagai usahamu secara pribadi untuk mengupgrade dirimu sendiri untuk mendatangkan kebaikan dan hal positif bagi orang banyak. Karena ketika kita kembali melihat ke dalam kepribadian ibu Kartini, dia adalah salah satu kaum perempuan yang berjuang keras untuk mengupgrade dirinya dengan cara melatih dirinya mengembangkan kemampuan berbahasa belandanya dan ia juga mendatangkan kebaikan dan hal positif bagi banyak orang dengan cara mendirikan sekolah wanita. Itu semua dia lakukan bukan sebagai ajang pembuktian. Melainkan ia memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk mengupgrade dirinya dan menjadi bermanfaat bagi orang sekitar.
Berbicara tentang salah satu kemampuan yang dimiliki oleh ibu kartini (berbahasa Belanda), bagaimana dengan para kaum perempuan di zaman ini? Mungkin ada diantaramu yang merasa bahwa “aku tidak bisa apa apa. Aku tidak punya kemampuan apapun, karena dari dulu orang tua mengajarkanku ya… untuk ngurusin rumah aja… sekolah pun hanya sampai SMA.” Jika demikian mind setmu, izinkan saya meresponi mind setmu seperti salah satu kutipan kalimat dari ibu Kartini “banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”
Sikap kita yang terlalu merendahkan diri kita karena melihat kelemahan dan keterbatasan yang ada pada diri kita sendiri seolah-olah seperti tembok yang rata dapat membuat kita berakhir menjadi “nothing” tetapi jika kita melihat kelemahan dan keterbatasan tersebut seperti suatu tembok yang memiliki celah kecil maka kita akan berusaha semaksimal mungkin agar tembok tersebut runtuh dan kita berkahir menjadi “something.” Kalimat ini bukan seolah-olah hanya tentang melakukan hal yang besar melainkan memanfaatkan apa yang ada di dalam dirimu untuk disyukuri dan dikembangkan, baik itu kecil mapun besar. Dan segala usaha yang kita lakukan hendaknya kita serahkan kepada Tuhan, karena hanya dengan penyertaan dan pertolongan Tuhanlah kita mendapatkan kekuatan tiap-tiap hari untuk mendatangkan kebaikan bagi banyak orang dengan semangat dan motivasi yang tepat
Selamat hari Kartini, 21 April 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan itu ada, pasti, dan nyata

Chapter V Memulai Kehidupan yang Baru

Korupsi? Santuy Wae...