Intimacy with God
Pada mulanya manusia diciptakan segambar dan serupa
dengan Allah. Manusia memiliki tujuan dalam hidupnya yaitu menyenangkan hati
Allah dan memuliakan Allah melalui hidupnya, karena hidup manusia adalah hidup yang mewujud-nyatakan siapa Allah,
dengan kata lain manusia seharusnya merepresentasikan siapa Allah melalui
dirinya. Tetapi karena dosa, manusia
tidak lagi mencerminkan siapa Allah melalui dirinya. Manusia diberi
otoritas atas ciptaan Allah (binatang, ikan, dan lain-lain) tetapi karena
kejatuhan manusia ke dalam dosa, semua itu rusak. Pada akhirnya manusia menjadi
terpisah dari Allah.
Dahulu
sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, mereka dengan mudahnya bersekutu/berelasi
hari demi hari semakin intim dengan Allah secara langsung tetapi dosa menjadi
pemisah antara Allah dengan manusia. Kemudian Allah berinisiatif melalui
kasih-Nya yang besar dalam Yesus Kristus, Ia menebus manusia dari dosa. Menebus berarti mengembalikkan manusia
menjadi milik kepunyaan-Nya kembali. Hidup untuk Allah bukan untuk dosa.
Menyerahkan hidupnya untuk dipakai oleh Allah bukan dipakai oleh dosa untuk
hal-hal yang buruk dan mencemari diri manusia itu sendiri.
Ketika
relasi manusia dengan Allah dipulihkan, maka manusia dapat kembali
bersekutu/berelasi hari demi hari semakin intim dengan Allah melalui banyak
cara, yakni persekutuan atau komunitas, ibadah, doa, pembacaan-perenungan
firman Tuhan, pembacaan-perenungan buku rohani, dan lain-lain. Salah satu hal utama yang menjadi respon
manusia atas keselamatan (pemulihan relasi) yang diperoleh adalah dengan
bertekun dalam persekutuan dengan Allah, Sebagaimana yang dilakukan oleh
jemaat mula-mula (Kisah 2 : 41 – 47).
Melalui
penjelasan di atas, mungkin timbul pertanyaan di benak saudara “mengapa
persekutuan dengan Allah begitu penting?”. Jawabannya adalah Allah telah
menebus kita dan mengembalikkan kita menjadi milik-Nya kembali. Bukan hanya
sekedar itu tetapi kita kembali dipersatukan dengan Allah menjadi bagian dari
tubuh-Nya. Injil Yohanes berkata bahwa Allah adalah pokok anggur dan kita
sebagai ranting tidak akan dapat bertumbuh kalau tidak berpegang, dekat,
menyatu dengan sang pokok anggur. Dengan kata lain, kalau kita tidak menganggap
persekutuan dengan Allah itu penting maka bisa dipastikan kemungkinan besar
kita tidak akan mengalami pertumbuhan iman dalam perjalanan hidup kita sebagai
orang percaya. Orang yang mengalami
pertumbuhan adalah orang yang terus mau melekat pada Sang Pemberi Pertumbuhan
(bdk 1 Kor 3 : 6).
Kalau
kita melayani banyak orang dalam pertumbuhan iman mereka yang kita layani
tetapi jika kita tidak melekat pada Sang
Pemberi Pertumbuhan itu, maka orang yang kita layani dipastikan tidak akan
dapat bertumbuh, karena hanya Allah
saja yang dapat membuat orang bertumbuh di dalam perjalanan iman seseorang.
Intim
berelasi dengan Allah bukan hanya sekedar baca firman setiap hari, setiap waktu
atau bahkan setiap detik tetapi mari coba tilik lebih dalam lagi
“apakah aku sudah benar-benar menikmati hadirat Allah
di dalam berelasi dengan-Nya?”
“Apakah aku sudah benar-benar merasakan bahwa Allah
sedang berbicara denganku ketika aku membaca firman-Nya?”
“Apakah aku sudah benar-benar merasakan ada perasaanku
yang tersentuh ketika berdoa, membaca firman-Nya, berkumpul dengan komunitas
yang Tuhan sediakan?”
Hal
yang harus diperhatikan lagi adalah perbandingan aspek kognitif dan afektif.
Terkadang orang merasa sudah berelasi baik dengan Allah ketika ia membaca
firman lalu paham 100% isi dari firman tersebut. Itu tidak salah, tetapi jangan
terjebak. Firman bukan hanya sekedar dipahami untuk kita semakin pintar
menggali Alkitab, tetapi lebih dari itu “apakah
kita merasakan bahwa Allah hadir di tengah kita berdiam diri saat berelasi
dengan-Nya?”
Banyak
sekali kegunaan dari keintiman menjalin relasi dengan Allah. Secara singkat aku
jelaskan dalam bentuk penyebutan:
-
Penguatan di kala kita sedih atau berduka
- Dorongan ketika kita sedang menghadapi sesuatu
(dengan berdiam diri dan berdoa kepada Allah, kita diberi dorongan oleh kuasa
ilahi-Nya untuk yakin melangkah, menghadapi sesuatu tersebut).
- Kesegaran kita secara fisik dan psikis dalam
menjalani hari-hari (kita akan lebih segar menjalani hari-hari kita kalau kita
mengawalinya dengan berelasi dengan Allah)
- Menjadi sumber kekuatan bagi kita untuk tidak menaklukan
diri terhadap godaan-godaan sekitar yang membawa kita kembali menikmati dosa
Selamat berelasi intim dengan Allah. God bless ^_^
Halomoan Siahaan, 15 September 1997
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta
Komentar
Posting Komentar