New Life of People Who is in Christ


   



     Pada mulanya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan suatu tujuan yang mulia yaitu berkuasa (memelihara atau merawat) atas seluruh ciptaan Allah (ikan-ikan di laut, burung di udara, ternak, dan segala binatang yang melata di bumi (Kej 1 : 26). Ini juga berarti manusia menyatakan siapa Allah melalui dirinya (bahasa Yunani pada kata “Gambar” adalah “Tselem”). Allah menciptakan manusia pertama serta penolong bagi manusia pertama itu di Taman Eden dan memberi mereka suatu perintah yaitu untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Kej 2 : 17; 3 : 2 – 3). Namun oleh karena hasutan ular, mereka berdua (manusia serta perempuan itu) takluk dan memakan buah pohon pengetahuan tersebut ( (Kej 3 : 4 – 6). Ini menunjukkan bahwa mereka memberontak terhadap perintah Allah. Bukan hanya memberontak tetapi dasar dari pemberontakan terhadap perintah yang sudah Allah berikan kepada mereka adalah mereka ingin menjadi seperti Allah (Kej 3 : 4 – 5). Perhatikan juga kalimat pada Kej 3 : 6 “perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik…..” Inilah yang juga menjadi dasar manusia ingin menjadi seperti Allah. Mereka terplintir oleh perkataan ular tersebut sehingga mereka tidak lagi mengedepankan perintah Allah (yaitu tidak memakan buah tersebut) melainkan menggunakan apa yang ada pada logika pikiran mereka *ketika memakan buah pengetahuan itu mereka akan menjadi seperti Allah, tahu akan yang baik dan yang jahat, sehingga mereka menyatakan bahwa buah itu baik untuk dimakan*
            Oleh karena ketidaktaatan mereka pada perintah Allah, maka manusia serta perempuan tersebut (Adam dan Hawa) diusir dari Taman Eden, tempat dimana mereka diciptakan (Kej 3 : 23). Diusir dari Taman Eden bukan sekedar pengusiran tanpa makna tetapi ada makna yang esensial di dalamnya yaitu manusia tidak dapat lagi berelasi secara intens dengan Allah, karena sudah terpisah dengan Allah. Sewaktu di Taman Eden, Allah menampakkan diri-Nya begitu rupa (dengan jelas) kepada manusia itu tetapi oleh karena ketidaktaatannya manusia tersebut terpisah dari Allah. Tidak dapat bersekutu secara langsung dengan Allah.
        Pada saat itu identitas manusia adalah manusia yang telah jatuh di dalam dosa. Kecenderunganya terus-menerus berbuat dosa. Dosa tersebut bisa dihapuskan tetapi dengan berbagai cara yang rumit dimana Perjanjian Lama menceritakan alur dari penghapusan dosa tersebut (Baca Imamat 4, 5, dan 7). Allah mengkehendaki setiap orang yang ingin masuk ke dalam bait kudus-Nya adalah orang-orang yang tidak bercacat cela begitu juga dengan korban yang hendak dipersembahkan kepada-Nya. Dalam Perjanjian Baru juga dijelaskan dimana manusia terus-menerus berusaha agar dapat menyenangkan hati Allah, namun Allah melihat bahwa segala usaha manusia untuk menyenangkan hati-Nya tidak berbuahkan apa-apa. Manusia tetap dibawah kuasa dosa (Roma 7 : 13 – 26 ; bdk Efesus 2 : 1 – 2).
            Pada akhirnya, Allah sendirilah yang berinisiatif untuk menebus manusia dari dosa yang berarti mengembalikkan manusia yang pada awalnya adalah milik Allah dan hidup untuk menyenangkan hati Allah. Allah begitu mengasihi manusia sehingga Ia sendiri rela berinkarnasi (menjelma) menjadi sama seperti manusia. Ia punya satu misi utama, yaitu penebusan dosa seluruh umat manusia. Karena upah dosa ialah maut, maka Ia yang menjelma menjadi manusia, yaitu Yesus, menggantikan hukuman kita atas segala dosa kita yaitu maut. Itu semua membuktikan betapa besarnya kasih Allah bagi manusia. Ia mati juga untuk memulihkan relasi kita yang terputus dengan-Nya oleh karena ketidaktaatan kita sendiri. Kini manusia dapat dengan intens bersekutu dengan Allah dan menikmati Allah setiap waktu, kondisi, bahkan detik.
            Mari renungkan pertanyaan-pertanyaan refleksi berikut ini:
- Apakah kita masih memandang bahwa hidup dalam dosa lebih nikmat dibanding hidup sebagaimana seharusnya kita hidup sebagai ciptaan-Nya baru? (Dosa memang nikmat dan memuaskan daging tetapi dosa membawa kita kepada kebobrokan rohani)
- Sudahkah kita menyadari betapa berharganya diri kita sehingga Allah sendiri turun ke dalam dunia untuk mati demi kita?
- Sudahkah kita juga menyadari bahwa Allah melakukan itu semua karena Ia begitu mengasihi kita, Ia mementingkan akhir dari hidup kita melalui pengorbanan anak-Nya yaitu Yesus Kristus?
- Maukah kita kembali kepada rancangan-Nya yang semula bagi kita, yaitu kita hidup untuk menyenangkan hati-Nya di dalam jati diri manusia baru yaitu manusia yang telah ditebus oleh Yesus Kristus?

“Tuhan Kau pernah ada di tengah manusia. Berjalan diantara manusia berdosa
Menyembuhkan yang luka mengangkat yang jatuh
Melepaskan yang terikat dalam dosa
Tuhan t’lah kurasakan indahnya kasih-Mu
Tak mungkin hanya kusimpan berdiam diri
Bawalah aku berjalan di tengah dunia-Mu
Buatlah aku hidup hanya untuk-Mu
Hidup bagi Kristus hanya mungkin karena kasih-Nya
Hidup bagi Kristus hanya mungkin karena anugerah.
Mengasihi yang Dia kasihi melakukan yang Dia kerjakan.
Ku mau hidup bagi Kristus”



Halomoan Siahaan, 15 September 1997
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan itu ada, pasti, dan nyata

Chapter V Memulai Kehidupan yang Baru

Korupsi? Santuy Wae...