Ketakutan dan Keyakinan Iman
Sebagai manusia biasa tentunya kita memiliki banyak
ketakutan di dalam kehidupan yang kita jalani. Segala kondisi buruk atau
ancaman yang terjadi dalam kehidupan membuat kita menjadi takut untuk tetap
melangkah dengan penuh keyakinan dalam kehidupan kita masing-masing. Mungkin
diantara kita ada yang takut dalam hal pekerjaan, misalnya ketika kita sudah
bekerja sekian tahun lamanya kita takut kalau kontrak kerjanya habis sehingga
muncul dalam benak kita “nanti kedepan gimana ya? Masih dipake lagi gak ya gua
di kantor ini? Kalau udah gak dipake, mau ngelamar dimana ya?”. Atau mungkin sudah mencari dan melamar
pekerjaan ke berbagai perusahaan bahkan mungkin sampai keluar daerah tapi tidak
diterima juga, akhirnya berujung pada rasa frustrasi dan mungkin putus asa. Mungkin
diantara kita ada yang takut dalam hal studi (baik di sekolah maupun
universitas), misalnya kita sedang di akhir dari pendidikan di SMA atau
Perguruan Tinggi. Bagi yang SMA tentunya bergumul dalam menghadapi UN,
sedangkan yang kuliah bergumul dalam menyelesaikan Tugas Akhir atau Skripsi.
Dalam segala ketakutan kita di lingkup studi mungkin sempat muncul di benak
kita “Aduh… ntar kalau gak lulus UN gimana ya? Aduh… kalau skripsi gak selesai
di semester ini berarti harus nambah semester lagi dong? Kalau nambah semester
berarti harus siapin duit sekian juta buat bayar uang semesteran”. Mungkin
diantara kita ada yang takut dalam hal pasangan hidup. Semakin tua umur kita
dengan kondisi belum mendapatkan pasangan hidup bisa jadi membuat sebagian dari
kita ketakutan “wah… masa gua jomblo seumur hidup? Bingung juga sih sekarang
kalau nyari jodoh, susah dapet yang klop, susah dapet yang sesuai sama kriteria
yang gua mau, susah lah pokoknya banyak yang dipertimbangin”. Mungkin itulah
isi benak kita di tengah segala ketakutan yang kita hadapi atau alami dalam
kehidupan.
Saya
meyakini bahwa kita pernah berada pada salah satu atau bahkan mungkin semua contoh
ketakutan yang saya sebutkan di atas (saya pun mengalami salah satunya). Tidak
jarang di tengah segala ketakutan yang ada kita menjadi semakin bimbang dan
mungkin pada akhirnya sampai pada titik terlemah kita yaitu “putus asa”. Menarik bila kita
memperhatikan satu bagian firman Tuhan yang tertulis pada Injil Matius 8 : 23 –
27. Menceritakan tentang para murid bersama dengan Tuhan Yesus yang sedang
berada di dalam perahu menuju kota asal Tuhan Yesus (Nazaret). Di tengah
perjalanan mereka ke kota Nazaret melalui danau, datanglah angin ribut dan
membuat perahu tersebut ditimbus gelombang. Kata yang lebih tepat digunakan
bukan sekedar “ditimbus gelombang”
melainkan “hampir tenggelam” seperti
yang tertulis dalam terjemahan ESV “the
boat was being swamped”. Bisa dikatakan bahwa angin ribut tersebut bukan
angin ribut biasa, melainkan angin ribut yang (kemungkinan) dapat menyebabkan
para murid dan Tuhan Yesus mati dengan kondisi tenggelam.
Kalau
kita sedikit cermati cerita tersebut ada hal unik yang mungkin kita tidak
sadar. Di tengah angin ribut yang mengacaukan danau tersebut sehingga timbul
ombak yang besar yang membuat perahu tersebut hampir tenggelam, Tuhan Yesus
justru sedang tidur. Mungkin banyak penafsir yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus
sengaja tertidur karena ingin melihat seperti apa reaksi para murid di tengah
kekacauan yang ada. Tetapi saya memiliki pendapat yang lain juga logis. Menurut
analisa dan perenungan saya pribadi, Tuhan Yesus tertidur karena Dia kelelahan.
Kalau kita mundur ke perikop-perikop sebelumnya, Tuhan Yesus baru saja selesai
menyembuhkan banyak orang dari segala macam penyakit (Matius 8 : 1 – 17). Saya
tidak bisa menyatakan berapa banyak yang Tuhan Yesus sembuhkan tetapi kalau
melihat kata yang digunakan di Alkitab adalah “banyak orang”, kemungkinan yang logis adalah ratusan atau bahkan ribuan orang yang disembuhkan pada saat itu.
Bayangkan saja jika kita bekerja di sebuah perusahaan asuransi yang harus
melayani ratusan orang dalam waktu 1 – 2 jam pasti sangat amat melelahkan,
begitu pun dengan Tuhan Yesus. Benar bahwa Dia adalah Tuhan tetapi jangan lupa
bahwa ketika di dunia Dia pun adalah seorang manusia sama seperti kita, artinya
bisa merasakan kesakitan, kelelahan, kelaparan, dan lain-lain (Bdk Filipi 1 : 7
– 8).
Di
tengah segala ketakutan yang para murid alami, Tuhan Yesus langsung menenangkan
angin ribut tersebut dan berkata kepada para murid-Nya “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?”. Tidak heran bagi
saya mengapa Tuhan Yesus berkata (bertanya) se-demikian tajamnya kepada para
murid. Pada perikop-perikop sebelumnya, para murid tentu sudah melihat secara
langsung mukjizat-mukjizat yang Ia lakukan. Tetapi para murid tetap saja tidak
percaya dan bahkan heran “Orang apakah Dia ini sehingga angin dan danau pun
taat kepada-Nya?” (ay. 27).
Allah
itu Maha Hadir dan Maha Kuasa. Apakah kita meyakini bahwa Allah senantiasa
hadir di dalam setiap musim kehidupan kita (termasuk dalam kondisi yang mengancam,
dukacita, dan lain-lain). Di tengah segala ketakutan yang kita alami, apakah
kita tetap melihat bahwa Allah beserta kita? Atau justru fokus kita teralihkan
oleh karena besarnya ketakutan yang kita alami sehingga kita tidak yakin akan
penyertaan Allah di tengah ketakutan kita? Kiranya kita sadar sepenuhnya bahwa
Allah adalah Allah yang Maha Hadir, dan karena Ia Maha Hadir itu berarti Ia
juga tahu apa yang sedang kita alami dan Ia pasti bertindak (Allah Maha Kuasa).
Let us keep our faith in Him, as He command us just to believe and rest in Him.
Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat – Halomoan
Siahaan
Komentar
Posting Komentar