Kerja Tidak Sesuai dengan Latar Belakang Pendidikan? Itulah Tantangan Abad 21
Diambil dari www. Google.com
Sebelum memulai penjelasan artikel kali
ini, saya mau mengajak setiap kita untuk melihat dan mengenal lebih dalam salah
seorang petinggi di bidang pendidikan dan kebudayaan bangsa kita Indonesia,
yaitu Bapak Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. Secara sekilas, jika kita
melihat gelar pendidikan dan track record atau pengalaman kerja beliau, mungkin
kita akan berpikir “Emangnya beliau bisa
mentransformasi dan memimpin segala aspek dalam dunia pendidikan dan kebudayaan
ke arah yang lebih baik?”. Dan pertanyaan seperti itu pun ternyata bukan
hanya sebuah kemungkinan melainkan realita. Banyak orang yang meragukan
kemampuan beliau dalam mentransformasi dan memimpin dunia pendidikan dan
kebudayaan ke arah yang lebih baik, bahkan bukan hanya meragukan beliau tetapi
ada juga yang menjatuhkan beliau dengan pernyataan-pernyataan yang tidak etis.
Beliau memang tidak memiliki latar
belakang pendidikan di bidang pendidikan, karena latar belakang pendidikan
beliau adalah Administrasi Bisnis. Beliau juga tidak memiliki pengalaman kerja di
dunia pendidikan, karena pekerjaan-pekerjaan beliau sebelumnya berkaitan dengan
dunia bisnis. Tapi… Apakah dengan semua fakta tersebut dapat memberikan suatu
kesimpulan bahwa beliau tidak bisa mentransformasi dan memimpin dunia
pendidikan dan kebudayaan ke arah yang lebih baik? Sebelum menjawab pertanyaan
tersebut, saya mengajak kita semua untuk melihat dan mengevaluasi beberapa
program yang telah beliau jalankan dalam kurun waktu 1 tahun ini.
1.
Penghapusan Ujian Nasional.
Kelulusan seorang peserta didik dalam setiap jenjang
pendidikan tidak bisa ditentukan hanya dengan mengukur tingkat intelektualitas
peserta didik dengan cara memberikan kepada mereka sejumlah soal bersifat HOTS
(High Order Thinking Skill). Lantas, apa yang seharusnya menjadi tolak ukur
seorang peserta didik untuk dapat melangkah ke jenjang berikutnya? Menurut saya
yang pertama adalah, karakternya. Walaupun
seorang peserta didik tidak pintar tetapi jika dia memiliki karakter yang cukup
matang (tekun belajar, disiplin, baik dalam spiritualitas, dan sebagainya), dia
akan terus terdorong untuk menjadi peserta didik yang lebih baik lagi dalam
aspek intelektualitasnya.
2.
Dana BOS
Dana BOS dapat langsung dikirim ke sekolah-sekolah
alias tidak lagi melalui jalur birokrasi yang berbelit-belit, rumit, panjang,
dan tidak terjamin transparansinya
3.
POP (Program Organisasi Penggerak).
Untuk mentransformasi seluruh komponen dalam bidang pendidikan, maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah melibatkan seluruh organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk memberikan pandangan dan evaluasi secara analitis terhadap pendidikan di Indonesia. Mengapa demikian? Kalau kita tidak memberi ruang untuk evaluasi pendidikan secara lebih luas (dengan melibatkan seluruh organisasi masyarakat dalam bidang pendidikan), maka pendidikan kita akan mengalami stagnan, alias diam di tempat.
4.
Subsidi quota internet di tengah pandemi.
Saya pribadi menyadari bahwa program ini tidak
sepenuhnya tepat sasaran. Lagipula… program ini bisa dikategorikan sebagai
program yang besar karena mencakup seluruh elemen pendidikan di sekolah (dosen,
guru, mahasiswa, dan murid) se-Indonesia. Tetapi… paling tidak programnya
bermanfaat bagi seluruh elemen pendidikan di sekolah dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran di tengah pandemi sampai saat ini. Karena pada dasarnya memang sulit mengawasi secara jeli suatu program
yang mencakup puluhan bahkan ratusan juta orang. Jangankan puluhan juta,
program bantuan sosial dalam lingkup daerah yang hanya berjumlah ratusan ribu
hingga jutaan penduduk saja masih ada salah sasarannya. Jadi, untuk program
ini harap maklum.
5. Merdeka Belajar (administrasi
guru, dan fleksibilitas model dan metode pembelajaran)
Bertahun-tahun
yang lalu, semua guru di Indonesia mengalami kesulitan dan kelelahan di dalam
menjalankan pekerjaannya. Kesulitan dan kelelahan yang saya maksud disini
faktanya bukan karena tugas utamanya, yaitu mendidik peserta didik di sekolah
melainkan karena begitu banyak dan rumitnya perangkat
administrasi guru, salah satunya yaitu RPP. Akibatnya, guru tidak fokus dalam
menjalankan tugas utamanya. Tetapi, program Merdeka Belajar (RPP 1 halaman),
membuat guru menjadi lebih fokus dalam merancang konsep pembelajaran untuk para
peserta didiknya dan mendidik karakternya karena sekarang sudah dilakukan
penyederhanaan RPP secara signifikan
Sekarang, kita kembali ke pertanyaan
saya di awal artikel ini. Apakah dengan latar belakang pendidikan dan track
record (pengalaman kerja) beliau itu memberikan suatu kesimpulan bahwa beliau
tidak bisa mentransformasi dan memimpin bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan
ke arah yang lebih baik? Dari program-program yang sudah dijalankan oleh beliau
tentunya kita bisa menjawab “tentu saja bisa”. Bukan hanya dari
program-programnya saja, tetapi jika kita melihat dalam salah satu media sosial
yang beliau gunakan secara aktif, beliau memiliki gagasan-gagasan yang out of the box dalam mentransformasi
pendidikan. Ettssss jangan lupa… beliau berlatar belakang pendidikan administrasi
bisnis. Sejenak….. mungkin kita bertanya dalam hati “Kok bisa ya orang yang
memiliki latar belakang dan pengalaman kerja di suatu bidang, dapat bekerja
dengan maksimal dan memiliki wawasan yang brilliant di bidang pekerjaan yang
berbeda?” Kali ini saya akan menjelaskan dengan singkat berdasarkan hasil
pengamatan saya.
Seorang dosen di mana saya berkuliah
dulu pernah menyusun suatu disertasi dengan melibatkan beberapa direktur
perusahaan ternama di Indonesia dengan satu pertanyaan yang paling mendasar…. “Kira kira menurut bapak-bapak sekalian, apa
sih yang paling penting dalam merekrut seorang pegawai baru untuk bekerja di
perusahaan yang bapak-bapak pimpin? Apakah tingkat kecerdasannya atau apa?”
Kemudian, dosen saya memberitahukan jawaban yang diberikan oleh setiap pemimpin
perusahaan tersebut “Kami membutuhkan
seorang pegawai yang memiliki 10 soft skill yang dibutuhkan di abad 21”.
Lantas.. apa saja sih 10 soft skill yang dibutuhkan di abad 21 yang akan sangat
berpengaruh bagi kita dalam melamar pekerjaan dan membangun tempat pekerjaan
kita ke depannya? Tentunya para ahli mempunyai pendapatnya masing-masing,
tetapi saya mencoba menyimpulkannya menjadi seperti ini:
1. Learnability = Mau atau tekun
belajar.
2.
Cognitive flexibility skill = Kemampuan berpikir secara fleksibel (tidak selalu
berdasarkan teori).
3.
Critical thinking skill = Kemampuan berpikir kritis dalam menganalisa suatu
masalah atau segala sesuatu yang dikerjakan .
4.
Creativity thinking skill = Kemampuan berpikir secara kreatif dalam membuat
suatu inovasi di dalam pekerjaan. Zaman selalu berkembang karena itu perlu
inovasi yang kreatif agar tetap bisa menyesuaikan.
5.
Problem solving skill = Kemampuan mengatasi masalah dalam pekerjaan dan hal-hal
yang menghambat suatu pekerjaan atau perusahaan untuk mengalami kemajuan
6.
Collaboration skill = Kemampuan dalam bekerjasama dengan orang lain di tengah
banyaknya perbedaa pola pikir, karakter, dan sebagainya
7. Emotional intelligence skill =
Kemampuan mengelola emosi dalam pekerjaan
8.
Communication skill = Kemampuan mengkomunikasikan pemikiran/ide/gagasan yang
ada di dalam otak kita. Sederhananya kemampuan ini berbicara tentang public
speaking
9.
Time management = Kemampuan mengatur waktu se-efisien mungkin sehingga bisa
melakukan pekerjaan dengan se-efektif mungkin
10. Leadership = Kemampuan dalam
aspek kepemimpinan
Jadi, dari sini kita dapat
mengetahui bahwa yang harus dimiliki
oleh kita semua dalam menghadapi peluang dan tantangan dalam dunia pekerjaan di
abad 21 bukan semata-mata hanya kompetensi dalam suatu bidang, melainkan yang
paling utama dan mendasar adalah 10 soft skill. Karena hanya melalui 10 soft skill tersebutlah, kita dapat menguasai
bukan hanya 1 bidang melainkan beberapa bidang. Itulah yang dimiliki oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bangsa kita Indonesia saat ini sehingga ia
mampu mentransformasi dan memimpin pendidikan dan kebudayaan di bangsa kita ke
arah yang lebih baik lagi.
Tantangan pekerjaan di abad 21 adalah
tantangan yang menuntut setiap orang untuk tidak hanya terampil dalam 1 bidang
saja melainkan terampil dalam beberapa bidang. Untuk bisa
terampil di beberapa bidang diperlukan 10 soft skill yang sudah saya jelaskan
di paragraf sebelumnya. Dari sini kita dapat mengetahui penyebab mengapa setiap
tahun semakin banyak yang menganggur di bangsa kita (khususnya sebelum pandemi
corona ini), karena kebanyakan dari kita hanya mengandalkan satu keterampilan
saja, sedangkan lowongan pekerjaan itu banyak sekali tetapi tidak berfokus
hanya pada 1 keterampilan saja. Maka dari itu sebagian besar perusahaan bahkan
pemerintah cukup sering menuliskan salah satu persyaratan bagi pelamar adalah seperti
ini…. “minimal D3/S1 dari semua jurusan” dan dibarengi dengan adanya masa
training 3-6 bulan. Masa training inilah yang akan menjadi kesempatan bagi kita
untuk mempelajari bidang yang baru atau berbeda tersebut dari latar belakang
pendidikan kita sebelumnya. Jika kita sudah memelihara 10 soft skill abad 21
dalam diri kita, tentunya kita akan lebih mudah mempelajari dan menguasai
bidang baru tersebut.
Tetapi, dari semua penjelasan di atas
yang perlu digarisbawahi adalah 10 soft skill tersebut tentunya harus dibarengi
dengan aspek Spiritual Maturity (Kedewasaan Rohani). Karena, tanpa kedewasaan
rohani, kita akan mengalami kebutaan dalam mengerjakan pekerjaan kita ke depan.
Melalui kedewasaan rohani, kita mengerti apa tujuan hidup kita dan untuk apa
kita bekerja selama kita hidup
“Membuat
seseorang terampil dalam satu bidang sangatlah mudah, yakni hanya membutuhkan waktu 1
tahun. Tetapi menanamkan 10 soft skill ke dalam diri seseorang untuk
dihidupi/dipelihara di dalam dirinya masing-masing membutuhkan waktu
bertahun-tahun”
-
Unknown
Follow me also on my
social media:
Instagram:
halomoansiahaan
Facebook: Halomoan
Siahaan
For counseling:
089604471793 = WhatsApp
Komentar
Posting Komentar