Chapter II Penderitaan yang Mengharuskan Beraktivitas Non Stop selama 20 Jam dalam Sehari
Selama manusia hidup tentunya akan banyak mengalami dan menghadapi berbagai macam pergumulan/persoalan hidup. Pergumulan hidup yang dialami dan dihadapi oleh setiap orang pun tentunya berbeda-beda. Ada yang biasa saja, bahkan ada yang sangat berat. Ini bukan hanya tentang pergumulan hidup saja tetapi saya pribadi meyakini banyak orang yang capek, stress, frustrasi bahkan ingin bunuh diri ketika mengalami pergumulan hidup yang begitu berat dan (mungkin) rasanya tidak pernah selesai di dalam kehidupan ini. Begitu juga dengan cerita saya dalam chapter 2 ini.
Tahun
2015 merupakan tahun pertama saya masuk ke jenjang pendidikan tinggi. Saya
bersyukur karena bisa masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri di daerah
Jakarta. Beberapa minggu sebelum saya menjalani kehidupan sebagai mahasiswa,
saya membayangkan…. sepertinya kehidupan sebagai mahasiswa akan terasa sangat
menyenangkan. Tetapi realita yang ada sungguh berbeda dengan apa yang saya
bayangkan sebelumnya tentang kehidupan sebagai mahasiswa. Kehidupan saya pada
masa itu justru terasa sangat berat. Terasa sangat berat bukan semata-mata
karena tugas dalam jenjang perguruan tinggi itu sulit untuk dikerjakan melainkan
karena selama masa perkuliahan, hidup saya penuh dengan pergumulan. Pergumulan
yang mengharuskan saya untuk beraktivitas selama 20 jam nonstop selama 2
minggu. Pergumulan apa yang saya alami dan hadapi? We’ll see on the next
paragraph. But before you guys read the next paragraph, I recommend to all of
you who read my article to take a breath first dan read the next paragraph
carefully and slowly.
Selama
masa saya kuliah, saya mengalami 1 pergumulan yang sangat berat, yaitu orang
tua saya mengalami penyakit yang tidak tahu darimana datangnya/asalnya. Mengapa
saya berkata demikian? Karena ketika penyakit orang tua saya kambuh dan dicheck
ke dokter secara lengkap melalui check darah dan rontgen, dokter mengatakan
tidak ditemukan bakteri maupun virus dalam tubuh orang tua saya. Hasil dari
check darahnya pun normal semuanya. Oh ya… penyakit ini dialami oleh ibu saya.
Sebenarnya, penyakit aneh tersebut mulai dialami oleh ibu saya di tahun 2013
tapi pada tahun tersebut belum parah penyakitnya. Pokoknya masih bisa ditahan
lah penyakitnya oleh ibu saya. Tetapi… penyakit aneh tersebut berlangsung
sampai awal tahun 2018. Puncak dari penyakit yang dialami oleh ibu saya itu
ketika di tahun 2016-2017. Mengapa saya katakana 2 tahun tersebut merupakan
puncaknya? Karena dalam kurun waktu 2 tahun tersebut penyakit yang dialami oleh
ibu saya makin menjadi-jadi. Ibu saya mengalami pendarahan ketika buang air
besar dan sangat encer (hampir tidak ada ampasnya sama sekali). Lagi-lagi….
Ketika dicheck ke dokter bahkan sampai ke rumah sakit terbaik di Indonesia,
dokter lagi-lagi mengatakan tidak ada bakteri maupun virus dalam tubuh ibu
saya. Hasil darahnya pun semuanya normal.
Di
pertengahan tahun 2016 mulai ketahuan penyakitnya apa. Penyakitnya ada di
bagian ususnya. Penyakit tersebut pada akhirnya terdeteksi karena ibu saya
menjalani pemeriksaan endoskopi, entroscopy, dan kolonoskopi. 3 pemeriksaan ini
dijalani oleh ibu saya setiap 4 bulan sekali dari tahun 2016-2018. Jadi…
bayangkan saja sudah berapa kali pemeriksaan yang dijalani oleh ibu saya. Obat
yang terbaik sudah diberikan oleh dokter namun penyakit malah semakin
menjadi-jadi. Ketika masuk tahun 2017, saya dan keluarga saya merasa sangat
sedih. Karena untuk pertama kalinya ibu saya divonis tumor di bagian ususnya.
Jujur… disitu saya sedih, kesal, ingin marah karena ini penyakit tidak tahu
datangnya darimana. Tapi saya hanya berdoa…. Saya bilang kepada Tuhan “aku tahu
bahwa Engkau tidak pernah mengizinkan penderitaan terjadi kalau aku sendiri
tidak mampu menanggungnya. Dan aku tau semuanya akan indah pada waktu-Mu
Tuhan”. Berdoa hingga menangis…. Begitulah kalimat yang keluar dari mulut saya
ketika berdoa. Seminggu kemudian, ibu saya menjalani pemeriksaan lagi untuk
mengetahui apakah ini tumor jinak atau tumor ganas. Kemudian, ketika dicheck….
Tumornya hilang dengan sekejap. Dokter mengatakan tidak ada tumor. Betapa
bahagia dan bersyukurnya saya pada saat itu.
Kehidupan saya sebagai mahasiswa di tahun 2017 sangat berat. Karena di tahun itu ibu saya mengalami penyakit yang berat (sudah saya ceritakan di paragraf sebelumnya) ditambah lagi ayah saya sakit juga dan dirawat inap. Akhirnya… Selama 2 minggu saya harus menemani mereka secara bergantian. Ibu saya dirawat di rumah sakit daerah Jakarta, sedangkan ayah saya dirawat di rumah sakit daerah Tangerang. Saya kuliah di Jakarta Timur. Kegiatan saya selama 2 minggu berturut-turut adalah seperti ini:
1.
04.00 – 05.00 = Bangun + baca renungan pagi
2.
05.00 – 06.30 = Ngobrol dengan ibu saya sambil menyuapi makan
3.
06.30 – 07.00 = Balik ke kosan untuk mandi dan siap siap kuliah
4.
07.00 – 07.30 = Mandi
5.
07.30 – 08.00 = Berangkat kuliah
6.
08.00 – 11.00 = Kuliah
7.
11.00 – 11.30 = Pergi ke rumah sakit untuk nyuapin ibu saya makan siang
8.
11.30 – 12.30 = Ngobrol dengan ibu saya sambil nyuapin makan siang
9.
12.30 – 13.00 = Kembali ke kampus untuk kuliah
10.
13.00 – 15.30 = Kuliah
11.
15.30 – 18.00 = Sarapan sekaligus makan siang sambil nugas di kosan
12.
18.30 – 19.00 = Balik ke rumah sakit nyuapin ibu saya makan malam
13.
19.00 – 20.30 = Ke rumah sakit Tangerang untuk jagain ayah saya
14.
20.30 – 22.30 = Kerjain tugas kuliah
15.
22.30 – 00.00 = Ngurusin kerjaan di organisasi kerohanian sambil makan
16.
00.00 = Tidur
Bisa
dilihat jadwal saya selama 2 minggu berturut-turut. Tidak ada istirahat sama
sekali. Ya… istirahatnya hanya pas tidur hehehe… Tapi yang saya syukuri adalah…
beraktivitas 20 jam nonstop selama 2 minggu tidak membuat saya sakit. Saya
pribadi meyakini bahwa Tuhan memberikan kesehatan yang extra kepada saya
sehingga tidak jatuh sakit. Merasa capek? Tentu…. Tapi mau gimana lagi….
Begitulah pergumulan hidup saya khususnya di tahun 2017. Bukan hanya capek
secara fisik tetapi juga stress karena harus membagi waktu se-detail dan
se-cermat mungkin dan terkadang frustrasi karena pergumulan seolah-olah tidak
ada habisnya. Tapi itulah cara Tuhan untuk membentuk karakter saya hingga hari
ini. Dan cerita ini sesungguhnya bukan semata-mata tentang saya melainkan
tentang kuasa Tuhan dan kasih-Nya yang sungguh nyata atas hidup saya hingga
hari ini.
This
is the second chapter of my story. I hope you guys can get a
precious-reflective-lesson from my story on this chapter. Thank you…..
Follow me also on my social media:
Instagram: halomoansiahaan
Facebook: Halomoan Siahaan
For counseling: 089604471793 (whatsapp)
Komentar
Posting Komentar