Chapter IV Kegagalan dalam Pekerjaan
Tahun 2019 merupakan tahun yang penuh dengan ucapan syukur dan kelegaan batin bagi saya secara pribadi dan keluarga saya, karena pada tahun 2019 saya lulus dari kampus tempat saya berkuliah selama 4th, yakni UNJ. Beberapa bulan sebelum lulus kuliah sebenarnya saya sudah merenungkan dalam doa saya pribadi, kemudian saya juga membuat suatu perencanaan tentang pekerjaan yang akan saya ambil ketika saya lulus nanti. Saya sudah berketetapan hati bahwa saya akan menjadi seorang guru di salah satu SMK Negeri daerah Jakarta Selatan. Mengapa di SMK tersebut? Alasannya adalah karena saya mendapat panggilan untuk bekerja di sekolah tersebut. Bagi saya, alasan utama seseorang dalam memilih tempat dan bidang pekerjaan adalah harus berasal dari tujuan yang sudah Tuhan tetapkan untuk dikerjakan dengan penuh tanggung jawab dalam masing-masing hidup tiap orang. Tuhan tentunya sudah memiliki tujuan dalam hidup kita masing-masing. Tujuannya adalah sama, yaitu untuk memuliakan nama-Nya melalui pekerjaan kita, hanya saja bidang dan tempat kita bekerja pasti akan berbeda-beda. Intinya… berbeda-beda tetapi tetap dalam satu tujuan. Back to main topic…. Ketika saya lulus dan mulai melamar pekerjaan ke SMK tersebut, realitanya berbeda. Ironisnya realita yang berbeda tersebut disebabkan oleh diri saya sendiri. Bingung ya sama kalimat barusan? Wkwkwkwk let’s get to the next paragraph to know the whole story.
Ketika
saya lulus, saya hanya beristirahat selama 2-3 hari. Kemudian saya langsung
menuju ke sekolah yang sudah saya doakan pada beberapa bulan sebelum saya
lulus. Ketika saya sampai di sekolah tersebut, saya disambut dengan ramah oleh pimpina
sekolah tersebut dan berkas lamaran saya langsung diterima. Dalam proses ini
saja saya sudah bersyukur kepada Tuhan. Lalu saya diberitahu bahwa saya harus
datang ke sekolah lagi 2 hari kemudian untuk melengkapi berkas lamaran yang
kurang. 2 hari kemudian saya datang ke sekolah tersebut…. dan saya terkejut….
Karena niat awalnya hanya untuk melengkapi berkas lamaran yang kurang, tetapi
saya malah langsung dites. Kaget…. Lumayan down…. Karena saya belum belajar
sama sekali. Akhirnya, sambil menunggu soal tes disiapkan, saya memanfaatkan
waktu menunggu tersebut untuk belajar. Ya…. Kurang lebih saya hanya belajar 30
menit. Itupun belajarnya asal-asalan karena saya deg-degan dan tidak tenang.
Tibalah saya di ruang tesnya. Ketika saya dites dan hasilnya keluar, saya
langsung down. Karena nilainya kurang memuaskan. Dari situ saya sudah berpikir
bahwa saya tidak mungkin diterima mengajar di sekolah tersebut. Tapi awalnya
saya mencoba untuk tetap optimis dan berdoa kepad Tuhan. Jikalau Tuhan berkenan
menempatkan saya di sekolah tersebut, pasti saya dapat diterima. Tapi…. Jikalau
Tuhan tidak berkenan, maka saya harus mencari sekolah yang lain. Jadi, semuanya bergantung penuh pada
perkenanan Tuhan dalam pekerjaan saya.
1
bulan saya menunggu kabar dari sekolah tersebut, tak kunjung ada kabar. Saya
tunggu lagi sampai 2 minggu kemudian pun tidak ada kabar juga. Akhirnya saya
memutuskan untuk mencari sekolah lain. Saya menemukan ada 1 sekolah yang sedang
kekurangan guru. Kemudian saya langsung menuju ke sekolah tersebut dengan
membawa berkas lamaran, dan saya melamar di sekolah tersebut. Kemudian saya
juga mengikuti rangkaian proses rekrutmen yang ada, yakni tes berbasis komputer
dan interview. Saya bersyukur, karena saya bisa mengerjakan semua soal dalam
tes tersebut dengan baik dan saya juga yakin saat proses interview saya sudah
memberikan yang terbaik dari diri saya (ya… saya bisa yakin seperti ini
sebenarnya karena udah belajar sungguh-sunggh makanya yakin dan optimis wkwkwk).
Tapi, ada satu hal yang membuat saya terkejut dan bingung. Di saat saya selesai
tes di sekolah kedua ini, salah satu pimpinan dari sekolah yang pertama kali
saya lamar menelepon saya. Beliau mengatakan bahwa saya masih memiliki peluang
untuk dapat diterima bekerja sebagai guru di sekolah tersebut dengan catatan
saya datang ke sekolah tersebut untuk melanjutkan tahap rekrutmen yang
terakhir, yaitu interview. Saya awalnya tidak meyangka bahwa akan ada tahap
interview sebagai tahap akhirnya, karena pada saat saya selesai tes di sekolah
pertama tersebut dan melihat hasilnya, salah satu pimpinan dari sekolah
tersebut langsung memberitahu saya bahwa kemungkinan besar saya tidak dapat
diterima karena hasil tesnya kurang baik.
Beberapa
hari kemudian saya datang kembali ke sekolah yang pertama kali saya lamar untuk
menjalani tahap terakhir, yaitu interview. Ketika saya menjalani tahap
tersebut, saya merasa tidak nyaman. Mengapa? Karena dalam proses interview
tersebut saya merasa seolah-olah direndahkan karena minim pengalaman kerja
(ya…. Namanya juga fresh graduate… dari mana pengalaman kerjanya…. Wealah….
Wkwkwkk). Ketika saya selesai menjalani tahap interview, saya langsung pulang.
Di dalam perjalanan menuju rumah, saya berketetapan untuk tidak bekerja di
sekolah tersebut sekalipun saya nantinya dinyatakan diterima saya berkomitmen
untuk menolaknya karena saya merasa terlalu banyak tekanan di sekolah tersebut.
Akhirnya… benar saja… saya menolak sekolah tersebut. Dan…. Inilah yang saya
namakan dengan kegagalan dalam pekerjaan.
Sepanjang
saya melamar pekerjaan ke 2 sekolah tersebut, saya selalu berdoa dan meminta
pimpinan Tuhan. Agar Tuhan menunjukkan kepada saya di sekolah manakah saya
harus berkarya bagi nama-Nya. Jawaban Tuhan sebetulnya jelas ada di sekolah
pertama. Namun saya sudah terlanjur menolaknya. Saya menolak sekolah pertama
dengan satu keyakinan bahwa saya pasti diterima di sekolah yang kedua. Namun…
realitanya berbeda. Saya mengalami “kecurangan” di sekolah kedua. Kecurangan
seperti apa? Jadi, hasil skor tes saya dimanipulasi sehingga saya dinyatakan
tidak diterima di sekolah tersebut. Saya pun kembali merenung…… merenungkan
ketika saya menolak sekolah pertama, saya sadar bahwa sebenarnya saya “secara
tidak langsung” sedang menolak Tuhan. Saya juga merenung…. Bahwa ketika Tuhan
memberikan suatu peluang kepada saya untuk bisa diterima di sekolah pertama,
sebetulnya Tuhan sedang berusaha untuk menyelamatkan saya dari sesuatu yang
tidak enak, yaitu kecurangan dalam hal manipulasi skor tes saya di sekolah
kedua sehiggga saya pun tidak mendapat pekerjaan sama sekali. Pada akhirnya saya
menyadari…. Ketika saya menolak kehendak
Tuhan maka itu sama dengan saya sedang menolak Tuhan. Dari momen inilah
saya merasa bahwa saya telah gagal dalam
pekerjaan.
Pada
akhirnya, saya hanya merenung berminggu-minggu… saya meratapi kegagalan saya
tersebut……
Komentar
Posting Komentar